Cerita 23 Tahun Eksistensiku di Dunia, Ternyata: Ya, Begitu Aja!
Namaku Raf, ini
kisah hidupku setelah 23 tahun eksistensiku di dunia ini. Nggak ada yang
istimewa, semuanya terasa biasa saja. Kehidupaan pribadi, karir, kisah asmara, nggak
ada yang luar biasa.
Ya! 23 tahun aku
berhasil menjalani hidup yang sangat membosankan ini.
Aku nggak
seberani Gandhi yang berjuang untuk membebaskan India dari
imperialisme Inggris setelah
melihat kemiskinan dan banyak ketidakadilan. Aku hanya pecundang yang kadang
memilih untuk diam daripada menyuarakan. Diam atas ketidakadilan karena merasa nggak
punya kuasa untuk memperjuangkan. Itu, aku.
Nggak juga seperti
Ben
Whittaker dalam film The
Intern, yang
bosan hidup sebagai pensiunan memutuskan bekerja sebagai internt di salah satu perusahaan startup. Hey, di umur segini aja aku udah punya impian pengen jadi pensiunan.
The Intern mengajarkan jika bekerja memang nggak selalu mudah. Terlebih kalau pekerjaan atau bisnis tersebut menyita banyak waktu. Ceritanya, usia yang sudah tua juga bukan alasan untuk berhenti bekerja. Hal tersebut sukses membuat gejolak dalam hidupku, meratapi rasa malasku. Di usia yang produktif, yang nyatanya kurang produktif. Rebahan masih menjadi rutinitas favoritku.
Sampai, satu bulan yang lalu, aku mencoba keluar dari zona nyaman, Keluar dari sebuah ketakutan yang besar. Aku mencoba terjun dalam dunia yang selama ini aku impikan tapi tak pernah aku harapkan. Dulu, aku selalu bernaung dibawah alasan kemampuan. Menunda dengan alasan, 'aku nggak bisa'. Padahal belum mencoba. Sampai saat itu datang, ketika aku diberi kesempatan untuk belajar mengembangkan kemampuan. Di dunia yang aku impikan sejak lama, memang sih, ini masih belum apa-apa. Aku hanya satu titik diantara ribuan paragraf dan kata. Tak terasa apa-apa tetapi memiliki keinginan untuk bisa bermakna.
Di dunia yang aku impikan sejak lama, memang sih, ini masih belum apa-apa. Aku hanya satu titik diantara ribuan paragraf dan kata. Tak terasa apa-apa tetapi memiliki keinginan untuk bisa bermakna. Walau pun kecil, titik memiliki kemampuan besar untuk memisahkan. Titik juga menjadi alasan dimulainya paragraf baru yang menjadi awal sebuah kisah.
Ya, aku berharap jadi titik. Kecil, tak terlihat tetapi mampu menjadi akhir dari segalanya. Pekerjaan ini membuatku merasa hidup. Yang tadinya diam, kini mulai menyuarakan sedikit ketidakadilan lewat tulisan.
Mencoba banyak hal baru.
Ditolak, direndahkan dan diremehkan menjadi hal biasa. Ketemu orang yang suka curigaan dan cenderung defensif, tak berarti membuatku pasrah dan berbalik arah. Nekat menjadi keahlian baruku. Nggak lagi merasa terintimidasi duluan sebelum menyampaikan maksud dan tujuan.
Menjadi pelantara
masyarakat kecil untuk bersuara.
Menyampaikan
pesan yang terbungkam.
Melakukan
observasi dan melihat langsung keadaan.
Mencoba mengendalikan,
dan mendapat banyak kekuatan.
Jalan-jalan
gratis juga jadi kesempatan. Rebahan sekarang kesempatan langka yang harus
disengangkan.
Wawasan bertambah
seiring dengan banyaknya hal yang aku kerjakan. Karena satu buah tulisan
membuka sebuah wawasan tentang dunia baru.
Capek adalah
hal yang biasa, dipersulit kesana kemari hanya demi sebuah suara kebenaran.
Kemana-mana
harus sendiri, bertemu orang baru yang berpangkat, menjabat, pengusaha. Sampai,
penjual martabak 2 ribuan dipinggir jalan yang bercerita keluh kesahnya akan
kehidupan. Mengais rejeki hanya
melalui sekilo tepung yang kadang buat lempar-lemparan pas ngerjain teman.
Nyasar jadi
hal yang biasa, padahal dulu keluar gedung sendirian aja nggak bisa.
Bermental
baja sih pastinya, nggak tau malu, tetep berjuang meski sudah berkali-kali
ditolak secara gamblang. *eh curhat
Meski begitu,
nggak lantas membuatku nyaman.
Setidaknya, satu langkah kedepan ada untuk memperbaiki beberapa sifat burukku. Katanya, kita harus berproses yang terbaikkan untuk mendapat yang terbaik. Semoga, Allah selalu bersama manusia aneh dan membosankan ini. Karena tanpa-Nya, aku bukan apa-apa dan malah makin aneh aja.
Aku, raf. Masih sama. Orang membosankan yang bahkan bosan sendiri dengan kehidupanku ini.
Setidaknya, satu langkah kedepan ada untuk memperbaiki beberapa sifat burukku. Katanya, kita harus berproses yang terbaikkan untuk mendapat yang terbaik. Semoga, Allah selalu bersama manusia aneh dan membosankan ini. Karena tanpa-Nya, aku bukan apa-apa dan malah makin aneh aja.
Aku, raf. Masih sama. Orang membosankan yang bahkan bosan sendiri dengan kehidupanku ini.
Ini curhatanku,
tentang 23 tahun hidupku yang gitu-gitu aja. Bosen tapi nggak bisa berbuat
apa-apa. Besok aku mau balik lagi cerita tentang cinta aja, cerita hidupku
tidak lebih menyedihkan dari cerita cintaku ternyata.
Comments
Post a Comment