Tradisi Dandangan di kota Kudus






Kabupaten Kudus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Suasana kerukunan hidup beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan sangat didambakan di Kudus. beragam tempat peribadatan, merupakan salah satu bukti kerukunan hidup beragama di antara umat. Masyarakat Kabupaten Kudus mempunyai beberapa adat atau tradisi yang masih berjalan rutin sampai saat ini diantaranya yaitu Dandangan dan Buka Luwur. Akan tetapi dalam esai kali ini saya akan membahas mengenai tradisi Dandangan. Tradisi Dandangan memiliki kaitan dengan hari besar umat Islam yakni menandai datanganya bulan Ramadhan dimana pada bulan ini oleh masyarakat pemeluk Islam diyakini sebagai bulan suci yang harus di sambut secara istimewa. Masyarakat Kudus sendiri yang mayoritas penduduknya pemeluk agama Islam memiliki bentuk tersendiri dalam menyambut datangnya bulan suci tersebut. Tradisi Dandangan berjalan rutin tiap tahun.  Bertempat di lokasi tempat bersejarah yaitu kawasan Masjid Menara Kudus sebagai pusatnya, sampai ke Timur hingga Alun-alun Simpang tujuh dan ke Barat hingga perempatan Jember. 


Tradisi Dandangan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Sejarah dhandhangan sendiri menurut cerita orang-orang terdahulu, berawal ketika Sunan Kudus atau Syeikh Ja’far Shodiq, salah satu wali songo penyebar agama Islam di Jawa, mengumumkan awal Ramadhan. Setiap menjelang bulan puasa, ratusan santeri Sunan Kudus berkumpul di Masjid Menara Kudus untuk menunggu pengumuman tersebut. Pengumuman tersebut dilakukan dengan cara memukul bedug sehingga berbunyi “dang...dang...dang”. Suara beduk itulah yang menjadi tanda khusus tibanya bulan puasa. Berawal dari suaradhang-dhang, setiap menjelang puasa masyarakat Kudus mengadakan tradisi Dandangan. 


Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat sekitar memanfaatkan moment tersebut untuk berjualan pakaian, peralatan rumah tangga, mainan anak-anak, makanan dan minuman, beraneka jajanan, dsb. Terdapat pula segala jenis permainan anak seperti Bianglala, Ombak air, rumah hantu dan masih banyak lagi.  Masyarakat yang berjualan di dandangan tersebut tidak hanya dari masyarakat Kudus akan tetapi juga berasal dari Pati, Demak, Jepara dan daerah-daerah lainnya di sekitar Kudus. Mereka mempunyai keyakinan bahwa mereka akan mendapatkan berkah dari Sunan Kudus ketika berjualan di perayaan Dandangan tersebut dan merea berkeyakinan bahwa keberkahan tersebut akan terus mengalir  seterusnya dalam usaha mereka. Tradisi Dandangan pada saat ini hampir mirip dengan pasar malam sehingga tradisi ini sangat dinanti-nanti oleh masyarakat Kudus terutama kalangan remaja dan anak-anak. Dandangan mulai pada 2-3 minggu sebelum bulan Ramadhan dan acara puncaknya adalah sehari sebelum bulan puasa. Dandangan mulai pada pagi hari hingga malam hari namun waktu yang tepat untuk mengunjunginya adalah pada saat malam hari, kebanyakan masyarakat datang pada malam hari sehingga jalan-jalan disekitarnya pasti terjadi kemacetan. 


Upacara tradsi ini meliputi serangkaian acara pasar malam, tabuh bedug, kirab budaya, serta atraksi seni tentang sejarah Walisongo dan sunan Kudus. Kirab budaya dilaksanakan dari SMPN 3 Kudus - Matahari - Simpang Tujuh dan berakhir dengan pemukulan bedug oleh pejabat tertinggi di Kabupaten Kudus. Dalam atraksi budaya yang di tampilkan bercerita mengenai realitas masyarakat Kudus dan ajaran Islam termasuk di dalamnya tentang sejarah walisongo dan asalmula terbentuknya tradisi dandangan.
Tradisi ini memunyai aspek nilai-nilai spiritual yang sangat tinggi, terutama bagi pemeluk agama Islam yang mayoritas dianut oleh masyarakat Kudus. Masyarakat yang berbondong-bondong datang untuk melihat langsung prosesi upacara unik ini termotivasi pada dorongan spiritual untuk menyambut bulan Ramadhan yang diyakininya sebagai bulan suci yang penuh rahmat dari Tuhan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman aspek nilai-nilai spiritual itu semakin bergeser  dan mulai tergantikan  oleh aspek Ekonomi secara perlahan.  


Tradisi Dandangan akan terus berjalan apabila masyarakat berkenan untuk terus melestarikannya. Tidak hanya sebatas melestarikan, tetapi juga harus memahami subtansi dari tradisi tersebut agar tidak tercerabut nilai-nilai tradisinya  menjadi keuntungan pragmatis ekonomis semata. Karena inti dari tradisi Dandangan, bagi masyarakat muslim adalah menyambut sekaligus mengingatkan untuk mempersiapkan diri, baik lahir maupun batin dalam melaksanakan ibadah di bulan suci Ramadan.


Referensi :
Soekojo.2008.Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kabupaten Kudus. Kudus: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kudus.

Comments